Sinopsis Turah, Film yang Pernah Wakili Indonesia ke Oscar
Satu lagi film berkualitas yang patut Anda tonton karena mengandung unsur kehidupan kaum bawah. Film ini bukanlah bergenre cinta-cintaan kaum elit yang pakai sepatu ke dalam rumah.
Film Turah bahkan memiliki latar yang tak biasa. Film ini mengambil latar sebuah kampung nelayan di pesisir Utara Kota Tegal, Jawa Tengah.
Film Besutan Wicaksono Wisnu Legowo ini mengangkat kisah dan cerita masyarakat Kampung Tirang dengan segala suka duka di dalam kemiskinan di sana.
Turah menampilkan dengan apik fakta soal kesenjangan sosial di pelosok Indonesia.
Film ini mengangkat kehidupan warga di Kampung Tirang, sebuah kampung yang berdiri di tanah timbul pesisir pantai Kota Tegal, yang miskin dan tertinggal.
Meski jaraknya cukup dekat dengan pusat Kota Tegal, kampung ini bisa dibilang tak tersentuh listrik. Bahkan, warga kerap sekali kesulitan air bersih.
Ironi itu tergambar lewat rumah reot, pakaian lusuh, dan lingkungan yang kumuh, memperjelas kesenjangan di kampung tersebut.
Akibat kesenjangan itu, konflik sosial pun terjadi. Jadag (Slamet Ambari), seorang pria yang dikenal sebagai pemabuk, melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan. Dia tak terima tanah kelahirannya diklaim oleh seorang juragan bernama Darso (Yon Daryono).
Sebagai orang yang mengklaim memiliki tanah timbul tersebut, Darso mempekerjakan warga Kampung Tirang seperti budak dan memberi mereka upah rendah. Jadag menilai apa yang dilakukan oleh Darso adalah bentuk kesewenang-wenangan. Menurutnya, Darso telah memanfaatkan warga kampung demi kepentingannya sendiri untuk memperkaya diri.
Apalagi, sejak Pakel (Rudi Iteng) menjadi tangan kanan Darso, tenaga warga makin diperas habis. Di saat hidup warga Kampung Tirang yang terus dilanda kemiskinan, Pakel yang baru bekerja tiga tahun untuk Darso sudah punya tanah dan rumah mewah.
Nah, seorang pria bernama Turah (Ubaidillah), dalam film itu berperan sebagai orang yang dipercaya oleh Darso menjaga Kampung Tirang. Turah dengan gaya hidupnya yang sederhana dan tidak neko-neko, selalu menerima apa adanya pemberian dari Darso. Dia sendiri tinggal di gubuk reyot bersama istrinya, Kanti (Narti Diono).
Hadirnya Turah bisa disebut sebagai penyeimbang dari sikap Jadag yang frontal. Turahlah yang selalu mengingatkan Jadag agar tidak melawan. Namun, bukan Jadag namanya jika tidak melawan. Suatu ketika, emosi Jadag sudah sampai ubun-ubun. Jadag berteriak ditengah kampung dan memberitahu kepada warga agar jangan mau dipermainkan oleh sang tuan tanah. (*)