Buya Hamka
VOL. I: Periode dimana Hamka menjadi pengurus Muhammadiyah di Makassar dan berhasil memberikan kemajuan yang pesat pada organisasi tersebut. Hamka juga mulai menulis sastra koran dan cerita romannya disukai para pembaca. Hamka dan keluarganya pindah ke Medan, karena Hamka diangkat menjadi pemimpin redaksi majalah Pedoman Masyarakat. Posisi ini membuat Hamka mulai berbenturan dengan pihak Jepang hingga harus ditutup karena dianggap berbahaya. Kehidupan keluarga Hamka pun terguncang ketika salah satu anak mereka meninggal karena sakit. Usaha-usaha Hamka untuk melakukan pendekatan pada pihak Jepang malah dianggap sebagai penjilat dan dimusuhi, sehingga Hamka diminta untuk mundur dari jabatannya sebagai pengurus Muhammadiyah.
VOL. II: Sesaat setelah proklamir kemerdekaan Indonesia, dan ancaman Agresi ke dua dari tentara sekutu muncul. Hamka memutuskan untuk berkeliling di seluruh pelosok Medan untuk mengabarkan mengenai pentingnya persatuan antara masyarakat (tokoh Agama) dan pihak militer Indonesia, agar tidak diadu domba. Namun tenyata hal tersebut malah membuat Hamka terkena tembak. Untung, Hamka selamat dan akibat jasanya tersebut, Hamka pindah ke Jakarta dan mendirikan Al-Azhar. Namun Hamka difitnah terlibat dalam usaha pemberontakan pada Soekarno. Hamka ditangkap dan disiksa untuk menandatangani surat pengakuan. Hamka bertahan dan mendapatkan hikmahnya membuat kitab yang paling berpengaruh dalam pendidikan islam, tafsir Al-Azhar.
VOL. III: Pada bagian ke tiga ini, kita akan mengenal Hamka sebagai sosok anak laki-laki kecil yang besar di Maninjau, Sumatera Barat. Sejak kecil Hamka sudah menunjukkan minat yang besar terhadap tradisi dan sastra, hingga mengabaikan pendidikannya di pesantren. Hal ini membuat Hamka kecil seringkali berbentur dengan Ayahnya, Haji Rasul. Pertikaian dengan ayahnya semakin meruncing ketika ibunya memilih untuk bercerai dengan Ayahnya. Hamka memutuskan untuk pergi belajar ke Mekkah dan naik haji dengan usahanya sendiri. Di sana, Hamka belajar berorganisasi, menemukan sistem manasik haji (atas restu Raja Arab), dan mendapatkan misi terbesar dalam hidupnya, membangun islam di Indonesia. Namun hal itu tidak mudah dilakukan, karena ayahnya tidak begitu saja mengakui kemampuan Hamka. Ditengah keresahannya, Hamka bertemu dengan Siti Raham, seorang perempuan luar biasa yang menjadi sumber inspirasi romans terbesar dalam hidupnya.